Ta.

It's all about lifestyle in a city

Catatan Kecil Tentang Memasak [Untuk Pemula] 1


Banyak yg gak tahu, garam beda merk beda juga asinnya. Sama aja kaya sampoo, beda merk beda jg berasanya di rambut. Sama juga kecap atau saos, beda merek tingkat kental dan pedasnya udah beda. Itu kenapa masak itu butuh konsistensi. Gak cuma sekali gagal terus bye. Saya pernah di rumah ceritanya mau bikin somay. Somaynya sih jadi, baksonya enak, tahunya enak, kentang sama telur sudah perfect cooked. Tapi, sambelnya alias bumbunya zonk. Mbakku komentar ini bumbu apaaaaaaa. Hahahaha. Tapi buat ngedem sih bilangnya, "ya gapapa sih, namanya juga baru bikin." Hahahaha. Tahu gak hari itu gagal kenapa? Karena nguleg kacangnya gak konsisten, pertama ponakan yg saya minta buat ngehalusin. Eh dianya bilang, kok gak halus halus ya? Hahaha alhasil pindahlah ulegan ke tangan saya. Yes, saya gak percaya sih kalau dibilang begitu itu bikin "cemplang". Bahkan saya aja gak tahu apa iti cemplang. Yang saya pelajari hari itu adalah, menguleg punya seni. Bebannya harus sama, ritmenya senada. Kalau gak cempang sudah.

Waktu Memasak

Memasak. Memasak bukan hanya tentang enak atau tidak enak. Bagi saya, memasak juga berkaitan dengan manajemen waktu. Setidaknya memasak butuh waktu antara 1,5 jam hingga 2 jam. Untuk menu masakan rumahan normal dan lengkap. Normal dalam artian bukan masakan yg membutuhkan waktu lama seperti masak rendang atau opor. Lengkap dalam artian ada sayur, lauk, nasi dengan satu atau dua tungku kompor. Dan satu orang yang memasak. Itu sudah termasuk cuci peralatan yg digunakan. Keluar dapur sudah rapi lagi.
Walaupun tidak setiap kali memasak saya mengamati waktu, tetapi beberapa kali catatan waktu saya selalu kisaran itu. 1,5 jam hingga 2 jam. Ini menarik. Terlebih tidak semua sekolah umum di Indonesia memiliki mata pelajaran memasak. Padahal memasak menjadi kompetensi "wajib" bagi perempuan. Maka waktu memasak ini tidak pernah ada standartnya. Seperti satu ditambah satu sama dengan dua.
Menghitung waktu memasak buat saya adalah managemen waktu tersendiri. Humm.. Saya termasuk jarang banget memasak di rumah, paling kalau pada keluar kota, dan tak ada yg memasak. Kecuali waktu kost di Jogja atau di Batam. Memasak jadi agenda yg intensitasnya lebih sering dibanding di rumah.
Nah saat ada kegiatan di luar tepat pukul 8, maka setidaknya pemasak sudah harus selesai pukul 6.30. Apalagi kalau tipe perempuan yg mandi lama dan make up super lama. Belum lagi kalau ditambah pakai hijab style-nya dian pelangi. Taking time, indeed.
Untuk selesai pukul 6.30, bila dihitung mundur, maka jam 5 sudah harus start memasak. Untuk para calon ibu yg bekerja, manajemen ini sulit sekali. Karena ternyata tidak berhenti di waktu saja. Masak itu kelihatannya sepele, tidak banyak energi yg keluar. Tapi.... melelahkan. Belum lagi kalau ke tempat kerjanya harus kena macet.
Terlepas dari itu, memasak itu menyenangkan. Sensasinya tidak bisa diceritakan. Apalagi kalau makanannya enak, tidak gosong, tidak overcook, and soon. Memasak jadi "me time" yg manjur.
Catatan ini hanya berlaku bagi perempuan yg ingin bekerja dan tidak ingin memiliki PRT. Ladies, you should manage your time wisely!



Share:

KATA FOTO 1. TENTANG BUS SUROBOYO

BUS SUROBOYO bukan hal yang baru sedari 6 April lalu. Seluruh stasiun TV sudah meliputnya, media massa Online sudah memberitakannya, para penggiat kota sudah mengabarkannya. Bukan hanya di Indonesia, kabarnya sudah sampai ke mancanegara. Yep, Sabtu pagi itu menjadi tanda diresmikannya Bus Suroboyo sebagai salah satu angkutan publik di Kota Surabaya. Sudah banyak yang mereview bagaimana rasanya naik bis berwarna dominan merah seperti bus di London ini. You just could google it. Lha terus artikel ini buat apa? Ya bukan untuk apa-apa, biar nanti juga keluar waktu kalian mencari di google. :p
Hari Senin [16 April 2018], saya dan sahabat saya, mendapat kesempatan naik BUS SUROBOYO ini. Sebenarnya, bukan hanya kami yang mendapat kesempatan, siapapun yang ingin merasakan naik BUS SUROBOYO ini bisa dengan gratis menumpang hingga akhir April ini. Atau bahasa menyenangkannya, “tidak masalah tidak membawa sampah”.
So, happy going around buddy!.
Penumpang Bus Suroboyo [dok. Pribadi]

Pagi itu kami mulai naik dari Bus Stop SIOLA. Lokasinya tidak tepat di depan Gedung Siola, namun beberapa meter di depannya. Setelah lampu penyebrangan pertama Jalan Tunjungan. Tidak ada halte, hanya se-area ber-cat merah dengan tulisan BUS STOP bersanding dengan badan jalan. Dan mayoritas, pemberhentian bus ini memang tidak terletak di Halte, hanya beberapa saja seperti di Halte Sudirman. Di pemberhentian bus ini selalu dilengkapi dengan rambu berwarna biru bertuliskan STOP lengkap dengan gambar bus. Kalau saya tidak salah hitung, terdapat lebih dari 40 titik pemberhentian di Jalur pengadaan pertama ini. Dan sepertinya ini yang perlu disosialisasikan terus menerus. Bus ini hanya berhenti di titik khusus.
Titik pemebrhentian Bus Suroboyo di Siola [dok. Pribadi]

Ini kenampakan bus yang saya tumpangi. Berplat nomor merah. Artinya milik pemerintah. Keseluruhan armada dibeli dari Mercedes-Benz Indonesia. Dan rangkanya didatangkan langsung dari Swedia. Yes, bus ini dibeli dalam bentuk rangka-rangka seperti kita membeli kursi di IKEA, atau membeli mainan bongkar pasang. Dan pemasangannya, Pemerintah Kota Surabaya mempercayakan pada pabrik rakitan di Kabupaten Ungaran. Katanya sih itu paling bagus se-Indonesia.

Classy, isn't it? Looks like London Bus! [dok. Pribadi]
Bus ini termasuk bus low-deck, jadi tidak perlu shelter seperti Trans Jogja atau Trans Jakarta. Bus ini seperti bus di London, di Seoul atau di Singapore, yang penumpangnya dengan mudah bisa meloncat dari trotoar. Well mudah tidaknya naik dari trotoar langsung tergantung panjang kaki penumpang juga sih. But at least, tidak tinggi dan tidak membutuhkan shelter. Sehingga pengadaan fasilitas ini menghemat anggaran karena tidak perlu shelter. Bus ini memiliki tinggi kira-kira 4 meter.

Bus Suroboyo berplat merah [dok. Pribadi]

Bus Suroboyo adalah bus low deck yang tidak membutuhkan Shelter Khusus [dok. Pribadi]

Bus ini terdiri dari tiga pintu, pintu khusus om driver, pintu masuk yang berada di tengah, pintu keluar yang berada di bagian depan. Atau entahlah dikonsep keluar masuk seperti itu atau tidak sebenarnya. Karena selama perjalanan, penumpang bisa masuk dari pintu tengah dan pintu depan. Tapi kalau dari pengamatan saya seharusnya seperti itu. Hahaha

Untuk difable, pintu keluar masuk khusus di pintu tengah. Bisa ya? Bisa dong! Bus ini sudah didesain ramah difable dengan mendesain pintu yang bisa dibuka tutup. Saat ada penumpang yang memakai kursi roda, crew akan membuka bagian lock agar kursi roda bisa masuk ke dalam bus.
Khusus untuk keluar masuk difable menggunakan ini [dok. Pribadi]

BUS SUROBOYO saat ini berjumlah 8 armada. Namun hanya 6 yang dioperasikan penuh, 2 lainnya digunakan sebagai cadangan. Di dalam bis, penumpang tidak boleh makan dan minum. Namanya juga angkutan bersama, jaga kebersihan wajib hukumnya. Dari yang diberitakan, bus ini memiliki 12 CCTV di dalam maupun di luar bus. Tapi saya kemarin menghitung baru dapat setengahnya, hehe. Kamera ini terhubung langsung dengan sistem pemantauan traffic Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Selain CCTV, bus ini dilengkapi dengan sistem keamanan kebakaran, dan pemecah kaca bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan [dok. Pribadi]

Kapasitas maksimal dari bus ini adalah 67 penumpang, dengan 1 orang driver dan 2 orang crew. Terdapat 41 tempat duduk penumpang, dan sisanya adalah kapasitas berdiri. Dari 41 kursi, dibagi menjadi 3 golongan. Pertama golongan perempuan, ibu hamil, ibu membawa bayi, pokoknya golongan berjenis kelamin perempuan bisa menempati kursi berwarna PINK. Berada di urutan paling depan dengan jumlah 8 kursi. Kedua golongan lansia. Ada 4 kursi berwarna merah yang dikhususkan untuk para orang tua. Baik laki-laki maupun perempuan. Lalu golongan kursi umum, berada di lapis belakang berwarna Orange. Bisa untuk perempuan dan laki-laki. Jika masuk dari pintu tengah, golongan kursi berwarna Orange ini ada di sebelah kanan, sementara kursi Pink dan Merah ada di sebelah kiri. Sementara itu, ada kursi untuk crew di dekat pintu darurat, persis di depan pintu tengah. Di lengkapi dengan tombol stop dan pegangan untuk para penumpang yang berdiri, bus ini terlihat begitu modern.
Desain kursinya kece [dok. Pribadi]

Untuk pegangan saat berdiri [dok. Pribadi]

need model to stand around the city? here she is. :p [dok. Pribadi]

Tombol stop di dalam bus, ada banyak. [dok. Pribadi]

Seperti yang sudah disosialisasikan pihak PEMKOT, bus ini menggunakan sistem pembayaran dengan menukarkan sampah plastik. Untuk sementara ini, sampah yang baru digolongkan menjadi tarif mereka adalah sampah botol air mineral ukuran besar, medium dan kecil dengan jumlah masing-masing 3, 5, dan 10 botol. Syaratnya sudah dibersihkan, tidak ada airnya lagi. Dengan sampah itu, penumpang bisa mendapatkan 1 tiket yang berlaku selama 2 jam. Untuk mengakomodasi sampah, di dalam bus disediakan tempat sampah berwarna putih. Kedepannya, penukaran sampah bisa dilakukan di halte, di tempat-tempat tertentu. Dan rencana kedepannya lagi, pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan E-Money. Bus ini tidak menerima uang tunai.
Mbak crew Bus Suroboyo yang memberikan tiket kepada penumpang [dok. Pribadi]

Tiket yang penumpang dapat, berlaku selama 2 jam, makesure jangan hilang [dok. Pribadi]

Tempat sampah - Botol yang sudah dibersihkan

Bank Sampah di Terminal Purabaya [dok. Pribadi]

Beroperasi mulai pukul 06.00 hingga 21.00. Dari titik poin JMP hingga titik poin Bungurasih. Melewati jalan utama di Kota Surabaya. Bus ini berkecepatan MAKSIMAL 50 km/jam. Dan kabarnya bus ini tidak akan terhenti karena lampu merah. Kok bisa? BISA. Karena sistemnya dipantau terus dari sistem Dinas Perhubungan. Kedepan pengembangan rute akan dilakukan. Untuk koridor Barat Timur misalnya pemerintah masih memutar otak bagaimana caranya mengatasi Viaduk Kertajaya (kereta api) yang cukup rendah untuk ukuran bus ini. Pengembangan melewati Jalan MERR menuju Bandara dan sebaliknya juga sedang dipikirkan. Semoga segera terealisasi.
Titik pemberhentian Bus Suroboyo tahap pertama [foto diambil dari FB Command Center Surabaya]

Mekanisme penukaran sampah [foto diambil dari FB Command Center Surabaya]

Bentuk sosialisasi Pemerintah Kota Surabaya di media sosial  [foto diambil dari FB Command Center Surabaya]

Tahu gak berapa anggaran yang dihabiskan untuk pembelian bus ini? Satu armada, bersih, kira kira membutuhkan 2 M. Yep, 2 Milyar. Dan seluruhnya bersumber dari APBD Tahun 2017. Tidak banyak memang jika dibandingkan dengan PAD Surabaya yang sudah mencapai nol 12 alias T. Jadi, 2 kali 8 adalah 16 M. Bayangkan uang sedemikian banyak tapi tidak banyak dimanfaatkan? So, tunggu apa lagi! Ayo naik transport public! Ayo naik bus! Ubah kebiasaan naik kendaraan pribadi. Karena kalau bukan masyarakat yang memanfaatkan siapa lagi? 
Share:

Membuat kota terlihat menarik?

Sewaktu di Singapura, ada satu hal yang saya pahami. Keindahan kota juga ditentukan oleh keharmonisan bangunan-bangunan yang didirikan dengan sequence, atau sekuensial atau berurutan. Well, saya belum pernah belajar arsitektur secara mendalam. Tetapi mengamati kota dari hal-hal kecil ini ternyata mengasyikkan. Dan dari sanalah saya bisa menjawab tanya, apa yang membuat kota terlihat menarik? Banyak hal, salah satunya bangunan.


Jajaran toko ini membuat kota terlihat menarik
Jajaran toko ini membuat kota terlihat menarik
Taken by me

Bangunan di Jalan Pagoda Singapore ini salah satunya. Komposisi yang dihasilkan sebenarnya sederhana saja. Namun “enak” dipandang mata. Catnya berbeda sama sekali antar bangunan, tetapi tetap selaras. Ditambah dengan langit secerah itu, bangunan berdiri dengan pesona yang memukau mata. Saya berhenti dengan kesimpulan se-awam itu. Dan belum berniat mencari informasi mengapa bisa demikian, juga bagaimana bisa demikian. Sampai akhir tahun lalu, saya mendapatinya dengan tidak sengaja.


Key Information!


Akhir tahun 2017, satu kesempatan (baca: pekerjaan) menarik membawa saya memahami, bangunan yang “enak” dipandang itu ada ‘bumbunya’. Pada ranah tata ruang, terutama RDTR, peraturan zonasi yang direncanakan mencantumkan bagaimana detail bangunan diatur, dibatasi dan dikembangkan. Dan disanalah kunci bagaimana bangunan-bangunan pada koridor jalan dapat menghangatkan mata.

Dalam dunia arsitektur, “wajah bangunan” akan dikenali dengan unsur-unsur elevasi, dan bentuk massa bangunan. Elevasi bangunan umumnya bervariasi. Ada yang memiliki elevasi sama pada lantai dasar, namun ada yang berbeda ketinggian karena ketinggian kontur tanahnya berbeda. Sehingga, elevasi pada garis level dan garis atapnya juga berbeda. Begitu pula dengan bentuk bangunan. Bentuk bangunan, mudah dikenali dari tampilan bentuk atapnya. Atap bangunan ini bermacam-macam, bisa berupa pelana, perisai, atau kombinasi di antaranya, dan berbagai macam atap bangunan lainnya. Pada bangunan toko misalnya. Ada yang bentuk atapnya tidak terlihat karena tertutup fasade berupa tembok sehingga terkesan beratap datar. Selain keduanya, orientasi dan gaya arsitektur juga mempengaruhi “wajah” dari suatu bangunan.

Pada masyarakat kebanyakan, istilah elevasi, istilah wajah bangunan mungkin tak terlalu familiar. Masyarakat lebih awam dengan istilah IMB, -ijin mendirikan bangunan, right? Dalam proses pengajuan IMB, umumnya akan dipersyarakatkan berapa lantai yang boleh dibangun. Nah, pemberian rambu-rambu ketinggian lantai ini bukan tanpa alasan. Dalam tata ruang, ada istilah Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR), yang salah satunya adalah berupa KLB alias Ketinggian Lantai Bangunan. KLB diatur dalam peraturan zonasi yang merupakan bagian dari Rencana Detail Tata Ruang.

Mari kita lihat sekitar kita!



Di awal, saya sudah mengatakan bahwa keindahan kota juga ditentukan oleh keharmonisan bangunan-bangunan. Dan ini membuat kota terlihat menarik. Mudahnya adalah keselarasan bangunan. Maka elevasi, keterpaduan warna, dan tampilan bentuk perlu diseragamkan. Seragam dalam artian bukan sama, namun lebih mendekati istilah “selaras”.

Penggunaan warna-warni yang berbeda pada bangunan sejatinya bukan masalah. Namun perlu dicatat, warna bangunan satu dengan lainnya sangat penting untuk diselaraskan. Bisa dibilang semacam kita memadu-padankan warna baju. Akan sangat norak melihat baju berwarna hijau dipadankan dengan hijab berwarna merah menyala, atau ditambah sepatu kuning. Duh mirip traffic light ya?

Ada baiknya, penggunaan warna mengacu pada bangunan tertentu sebagai bangunan kuncinya. Tampilan kontras dapat diaplikasikan bila bangunan kontras tersebut dapat menjadi unsur dominan yang menyatukan bangunan di sekitarnya. Dan disinilah peran pemerintah, memberikan kejelasan aturan.

Lantas apakah aturan itu saja cukup? Noooooo. BIG NO. Aturan ini sama sekali tidak memiliki efek jika masyarakat yang menjalankan tidak mengindahkan hal-hal semacam ini.

Mari Jalan-jalan ke Batam, Jogja, Singapura juga Surabaya. Kita coba lihat, bangunan mana yang lebih menghangatkan mata.

Kemarin sore, saya menemani keponakan beli es krim di salah satu minimarket dekat rumah. Akhirnya saya ajak dia jalan kaki. Dan this is it!



Salah satu koridor jalan di Surabaya
Bangunan di salah satu jalan di Surabaya
Taken by me



Di jalan ini, bangunan yang berdiri memang tergolong bangunan lama. Dan menurut saya, itu menjadi salah satu alasan mengapa bangunan-bangunan belum beraturan. Tidak hanya di koridor ini, tetapi juga di sudut kota lain yang bangunannya berkategori bangunan lama. Termasuk elevasi alias ketinggannya. Eits, bukan bangunan lama dalam arti di bangunan masa kolonial atau sebelum kolonial ya! Karena bangunan yang dibangun di masa itu, 'umumnya' memiliki konsep yang menarik. Foto bangunan-bangunan di jalan ini terlihat berantakan? Bisa jadi karena para pemiliki “berjalan sendiri-sendiri”.

Di Tahun 2012, saat libur semester, saya berkesempatan membantu Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang terkait analisis pemberian ijin IMB, juga SKRK. Kebanyakan berkaitan dengan analisis pemanfaatan lahan untuk rumah tinggal. Ada hal-hal yang menjadi tolok ukur dalam penentuan kebijakan. Dan yang paling dicermati adalah tata ruangnya tidak bermasalah. Alias lahan peruntukannya sesuai. Nah aturan ini akan diberikan saat proses selesai. Misal lahan yang di analisa di jalan Mawar Blok Melati No 1111. Maka akan dianalisa, seperti penggunaan bangunan untuk rumah tinggal di jalan Mawar Blok Melati No 1111 termasuk dalam kategori perumahan ordo 3, persil berada pada peruntukan lahan perumahan, ketentuan intensitas bangunan KDB 60%, dengan KLB 120%. Ditambah dengan GSB seberapa, dan beberapa aturan lain yang perlu dipenuhi.

Dari Surabaya, coba kita terbang ke Batam. Ini adalah foto awal-awal pembangunan ruko di tak jauh dari Jalan Selasih. Super dekat dengan Perumahan KDA, dan Universitas Batam. Sekarang kondisinya pasti sudah luar biasa ramai.


Ruko di Kota Batam rapi dengan warna yang sama
Taken by me
Selain elevasi, penggunaan warna yang berulang juga menjadikan ruko ini terlihat senada. Menarik, tidak lagi berantakan. Namun saya pribadi entah mengapa justru melihatnya “flat”. Datar. At some point, maybe that’s loking good, but easily making bored. Tapi harus saya akui, penerapannya sudah oke. Mungkin karena tergolong bangunan-bangunan baru jadi lebih tertata. Di Batam, saya kurang tahu pasti, tapi dari bisikan yang saya dengar, setidaknya ada 11 prasyarat untuk pengajuan IMB. Yang aturannya ada di dua instansi, BP Batam dan Pemkot Batam.

Bagaimana dengan Jogja? Jogja termasuk kota lama. Pertengahan tahun lalu, saya sempat mengambil foto ini ketika sarapan di Malioboro. Kita bisa melihat di sisi kiri, bangunan berjajar memperlihatkan elevasi dan warna yang senada. Namun di sisi kanan, ketinggian bangunan saling “kejar-kejaran”. Terlebih dengan bangunan-bangunan di lapis kedua.

Jalan Malioboro Jogja di pagi hari
Taken by me
Di Jogja, entah itu di Jalan Sosrowijayan atau di jalan Dagen, kita akan dengan mudah menemui guest house, hotel, penginapan atau apapun itu yang bersedia menampung para wisatawan bermalam di sekitaran Malioboro. Bulan lalu, orang Jogja yang saya kenal mengatakan, di Jogja lebih banyak pengusaha mendirikan losmen ketimbang hotel. Karena pajaknya lebih murah. Namun cukup disayangkan, peningkatan ekonomi lokalnya tidak diimbangi dengan penataan ketinggian bangunan yang ciamik. Sehingga dari satu sisi saja, ketinggian bangunan yang tidak rapi ini “mengurangi” nilai tambah Jogja (khususnya Malioboro), sebagai salah satu destinasi wisata terbesar di Indonesia.


Singapore terlihat menarik



Sebenarnya, apa yang dimiliki kota yang juga negara, Singapore, untuk menggaet wisatawan. Universal Studio? Marina Bay? Iya sih, but not really. Banyak kok wisatawan yang ke sana ternyata sama sekali tidak menginjakkan kaki di Universal Studio. Tapi, Singapore menjadi salah satu kota negara yang jumlah wisatawannya cukup fantastis. Kalau saya menebak, ini hanya menebak lho ya, salah satunya mereka membuat suasana kota menjadi lebih enek dipandang mata. Terlepas dari butik-butiknya, cafe-cafenya, bisnisnya.

Coba lihat bangunan-bangunan berikut. It is not only look clasic, but also look eye catching? Don’t you think so? Warna bangunannya tidak sama, tetapi masih selaras. Ketinggian di tiap lantai sama persis. Mungkin ini bangunan ruko-ruko seperti kalau di Surabaya kita bisa melihat Ruko Mutiara Dupak. Namun ada yang berbeda, coba lihat signage toko mereka, senada. Dan itu terlihat rapi. Hal-hal yang tampak remeh-temeh tetapi ternyata memberi impact besar. Apakah pemasangan signage ini juga diatur di Singapura, entahlah. I know nothing about it.




Warna-warni bangunan di Singapore
Taken by me

Tapi kalau ada yang tanya, apa disana tidak ada yang parkir di pinggir jalan, di depan bangunan ruko seperti di kota-kota di Indonesia. Tenang, jawabannya ada kok. Parkir on street ternyata juga ada di beberapa lokasi. Look my next photo! Selain mobil-mobil yang parkir di depan bangunan yang umumnya adalah kafe ini, bangunan yang berdiri di sepanjang Jalan Mosque ini juga senada. Selaras. Dan entah mengapa ini menjadi atraksi yang menarik sekali saat sight seeing di Singapore.



Parkir on street di depan bangunan-bangunan Jalan Mosque, Singapore
Taken by me.



Okay, that’s all. Saya yakin, secara teori, ada banyak ilmu yang saya lewatkan terkait keselarasan bangunan ini. Entah itu keilmuan perencanaan ataupun ilmu arsitektur. Kalau ada yang mau menambahkan, berbagi pendapat, ataupun mengoreksi, feel free to leave a comment ya! Let’s discuss it!















Share:

Kampung-Kampung Tua di Batam


Awalnya saya sama sekali tidak tahu kalau Kota Batam yang secara fisik di batasi oleh lautan itu berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Hari kedua saya menginjakkan kaki di kota itu, saya baru mendengar, lebih dari sembilan puluh persen warganya tidak memiliki kepemilikan lahan yang sah. Alias bukan hak milik. Alias hak guna bangunan (HGB) saja.


Unik? Tentu saja. Dan menarik.


Kampung Tua di Batam


Bagi saya yang suka mengamati perkembangan kota, kasus kota Batam ini cukup menarik. Tapi sejujurnya kali ini saya tidak akan membahas hal itu. Kita simpan dulu pembahasan mengenai lahan di Batam. Why? Karena cukup berat dibahas di hari Minggu. :D Saya lebih suka membahas sisa sekian persen dari lahan yang hak pengelolaannya ada pada BP Batam.
Sebagian kecil dari luasan kota Batam, ada sejarah panjang kampung tua yang mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tepatnya pada tahun 2004, Keputusan Walikota tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Lama/Tua di Kota Batam dikeluarkan. Sayangnya, pemerintah baru mulai bergerak melakukan pengukuran dan pemetaan kampung tua yang ada di Kota Batam pada Tahun 2006 dan berakhir pada tahun 2011. Walaupun terlambat, namun langkah tersebut menjadi titik nol pelestarian kampung tua yang bernuansa Melayu serta perlindungan hak masyarakat melayu sebagai masyarakat lokal. Selain itu, tentu saja ketidakjelasan batas kampung tua di Kota Batam menemui jalan terang. Dan pada Tahun 2011, dibentuk Tim penyelesaian Kampung Tua di Kota Batam melalui surat keputusan bersama. Keputusan Bersama Walikota Batam dan Kepala BP Kawasan Batam tersebut baru dikeluarkan pada tahun 2012. Dan setidaknya hingga tahun 2016, ada 34 kampung tua di kota batam yang diajukan untuk diverifikasi bersama antara masyarakat, Pemkot juga BP Batam. Di 2016, baru ada 10 kampung tua yang disepakati oleh ketiganya. Sedangkan 24 lainnya berstatus sepakat dengan catatan, belum sepakat dan sedang verifikasi BP. Untuk kampung tua yang sudah berstatus sepakat, luasannya tidak ada yang melebihi 100 hektar.
Jika teman-teman pernah mengunjungi Kota Batam, dan menjelajah tepiannya, teman-teman akan menemukan kampung-kampung tua. Dari info yang saya dapat sewaktu di Batam, kampung-kampung tua di Kota Batam ini memiliki legalitas tersendiri. Mereka mengatakan jika kampung-kampung tua dihuni oleh penduduk asli (dan turunannya) sehingga kepemilikan mereka diperjuangkan sebagai hak milik penduduk asli. Umumnya mereka yang mendiami kampung tua ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Tak heran jika lokasinya berada pada ujung-ujung dataran pulau Batam. Kampung-kampung tua di Kota Batam ditandai dengan landmark berwarna kuning dan hijau. Khas. Sekaligus menarik. Biasanya landmark yang dibangun adalah berupa gerbang selamat datang. Dan disanalah kampung-kampung tua itu diupayakan agar terus lestari.


Landmark Kampung Tua di Batam


Selama di Batam, saya pernah mengabadikan beberapa foto Landmark kampung-kampung tua di Batam. Namun sayangnya, beberapa foto hilang sewaktu memori saya rusak. Dan sebagian lagi, saya lupa dimana saya menyimpannya, hehe. Let's just check it out! Hemm some of it. :)

1. Kampung Tua Telaga Punggur

Kampung ini lokasinya tidak begitu jauh dari Pelabuhan Punggur. Pelabuhan yang menjadi perlintasan Batam ke Tanjung Pinang dan Bintan. Jika kita masuk ke kampung ini, kita bisa hanya sekedar melintas. Dengan kata lain, di ujung permukimannya tidak buntu. Kita akan menuju jalan besar yang sama ketika keluar dari permukiman ini. Luasannya berkisar 6 hektar saja. Di sisi jalan sebelah kiri, kita bisa melihat air laut dan kapal-kapal nelayan bersandar, walaupun di beberapa titik ada rumah warga. Kita juga bisa melihat kapal Ferry dan speedboat di pelabuhan Punggur.

Kampung Tua Telaga Punggur
photo taken by me

2. Kampung Tua Teluk Mata Ikan

Kampung ini terletak di kawasan Nongsa. Saya menemukannya saat nyasar, hehe. Tidak nyasar juga sebenarnya, tetapi kampung tua ini bukan tujuan utama. Jika masuk ke dalam permukiman ini, ada spot garis pantai yang lumayan luas untuk sekedar menikmati udara pantai. Hari itu saya mendapati beberapa mobil elf yang membawa wisatawan entah dari mana.

Kampung Tua Teluk Mata Ikan
photo taken by me

3. Kampung Tua Belian

Kampung ini terletak di Kecamatan Batam Kota. Orang-orang menyebutnya Batam Centre. Termasuk di tengah kota. Iya sih, lokasinya saja tak jauh dari kantor Walikota. Pagi itu saya niat jalan-jalan ke Engku Putri, tapi terlampau malas turun. Terlalu banyak orang di taman itu. Akhirnya saya coba menyusuri jalan ke arah utara. Jika biasanya setelah traffic light saya belok ke kiri untuk pulang, saya tetap lurus. Penasaran, apa yang bisa saya dapatkan di jalanan lurus itu. Dan ternyata, ujungnya adalah kampung tua ini. Benar-benar mentok. Setelah mentok banyak pasang mata melihat saya aneh. Berbeda dengan Telaga Punggur atau Mata Ikan. Di kampung ini rumah-rumah sudah menutupi air laut. Tidak ada lautan yang nampak jelas.

Kampung Tua Belian
Photo taken by me

4. Kampung Tua Bakau Serip

Terdapat beberapa rumah warga dan satu masjid kecil. Saya dua kali ke kampung tua ini. Kampung ini menjadi salah satu objek wisata di Kota Batam diinisiasi oleh warga. Inisiatornya memang bukan warga setempat, tapi yang diberdayakan adalah masyarakat setempat. Atraksi yang ditawarkan juga cukup banyak, bahkan sekarang mungkin lebih banyak lagi. Pengujung bisa menikmati garis pantai, yang walaupun tidak panjang tetapi cukup menyenangkan. Gazebo-gazebo di tata rapi. Ada pertunjukkan tari-tarian, khususnya jika ada tamu dari negara lain. Seperti saat ke sana saya mendapati orang Korea sedang menikmati tari-tarian Melayu. Ohya, hanya dengan duduk di Gazebo, jika cuaca bersahabat, kita bisa melihat skyline Singapore. Gedung-gedung pencakar langit negeri Singa bertengger dengan kokoh tampak hanya sejengkal jauhnya.

Kampung Tua Bakau Serip
Photo taken by me 


5. Kampung Tua Kampong Melayu

Pertama kali ke pantai, saya mendapati Kampung Melayu. Sayangnya saya tidak mengambil foto landmark Kampong Melayu. Berbeda dengan Landmark di beberapa kampung tua. Jika di beberapa kampung tua berupa gerbang selamat datang, di sini landmark berupa tugu kecil yang berada di bundaran jalan permukiman. Bentuknya cukup menarik.
Kampung Tua Kampung Melayu
Foto kredit: disini
Kampung ini tak seberapa lama ditempuh dari Bandara Hang Nadim. Cukup bergerak ke arah kanan selepas lampu merah bandara. Lurus lalu belok kiri beberapa meter dan lalu masuk ke kawasan permukiman di sebelah kanan jalan. Pantai di kampung Melayu ini sepertinya sudah terkenal. Sewaktu saya ke sana banyak sekali keluarga dan anak-anaknya bermain disana. Sayangnya hari itu saya mendapati lingkungannya cukup kotor. Banyak sekali sampah berserakan. Saya hanya mampir mungkin 10 menit disana. Mengambil foto perahu nelayan yang ada. Dan kemudian keluar permukiman.

6. Kampung Tua Tanjung Piayu 

Oke, saya kehilangan foto gerbang kampung tua Tanjung Piayu. Silakan masuk ke google image, terdapat beberapa foto Landmark kampung tua di arah selatan kawasan industri Muka Kuning itu. Kampung tua ini sangat terkenal di Kota Batam. Mengapa? Karena di sini banyak tempat makan yang menyediakan menu-menu seafood. Selain bisa menikmati makanan yang enak, pemandangan di sini juga sangat ‘adem’. Air lautnya yang biru juga angin sejuk menyenangkan sekali untuk jadi sasaran keluar dari hiruk pikuk tengah kota. Dan kuliner di sini bisa dibilang cukup murah, untuk ukuran seafood.

7. Kampung Teluk Nipah

Saya lupa kampung ini dimana, hahaha. Sorry. But i really do not remember where i taken this photo. Yang jelas sih ini dipinggiran juga. :D Kalau ada yang tahu boleh lhoo tulis di komentar, dengan senang hati, saya akan update di sini. J
Kampung Tua Teluk Nipah
Photo taken by me

Selain tujuh kampung tua diatas, saya juga menemukan gerbang yang sama di kawasan bengkong, saat kegiatan di lapangan. Selain itu juga ada di  sekitar kawasan konservasi tanaman BP Batam, apa ya namanya, saya lupa, hehe. Well, untuk menuju kampung tua ini perlu melewati Haris Resort Waterfront Batam. Dan ya, saya tidak ingat namanya, hehe. Sayangnya, saat melewati landmark kampung tua ini saya sedang tidak bisa mengambil fotonya.

Well, di kota lain, saya belum menemukan preservation dengan landmark khusus seperti di Batam ini. Yang uniknya, serupa tapi tak sama. Simple but... menunjukkan citra budaya dan sejarah yang manis. Atau sebenarnya ada juga di kota lain, namun saya belum mengunjungi kota lain itu. Yah, bisa jadi demikian. So, in case itu kota teman-teman, let me know yaa..
*Update. Masukan dari Pak Azril, Bappeda Batam. Beliau mengatakan kampung tua di sekitar kawasan konservasi BP Batam adalah Kampung Tua Tanjung Riau. 






Share:

Popular Posts

Labels

Blog Archive

Featured Post

1st Best Winner Blogging Competition by DSCP Indonesia